Produksi Massal di Tahun 2019 untuk Dalam Negeri dan Luar Negeri
-
Negara Venezuela, Senegal, Burkina Faso, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turki, Malaysia, Korea Selatan, Thailand dan Brunei Darussalam
Industri kedirgantaraan nasional kembali menunjukkan kualitas produksinya yang diminati oleh negara lain. Ini dibuktikan oleh keberhasilan PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yang mampu mengekspor pesawat terbang CN235-220M Multi Purpose Aircraft (MPA) ke Senegal.
“Momen ini adalah bukti pengakuan dunia terhadap kualitas produk pesawat terbang buatan industri dalam negeri sekaligus menjadi kebangkitan industri kedirgantaraan Indonesia,” tegas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara penyerahan kontrak pembelian pesawat terbang CN235-220M MPA oleh Angkatan Udara Republik Senegal dan ferry flight pesawat CN235-220 M MPA dari Bandung ke Senegal di PT. Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/12).
Saat ini, Senegal telah mengoperasikan satu unit CN235-220 untuk digunakan di beragam misi, mulai dari angkutan VVIP hingga misi evakuasi medis. Sebelumnya, di akhir November lalu, PT. DI juga berhasil menyelesaikan pesawat CN235 pesanan Royal Thai Police. Bahkan, Presiden Republik Guinea, Alpha Conde menyampaikan minatnya terhadap pesawat buatan anak bangsa Indonesia tersebut.
Beberapa keunggulan pesawat berkapasitas 49 penumpang tersebut antara lain mampu lepas landas dengan jarak yang pendek dan kondisi landasan belum beraspal. Pesawat CN 235-220M juga dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti pesawat angkut penerjun, evakuasi medis, pesawat sipil maupun pesawat VIP dan VVIP.
Selanjutnya, memiliki ramp door yang mampu membawa kargo atau kendaraan di dalamnya, dilengkapi dengan sistem avionik terbaru modern dan Full Glass Cockpit, terdapat multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya, serta harganya yang kompetitif dengan biaya perawatan yang murah.
Menurut Airlangga, industri pesawat terbang dalam negeri, termasuk PT. DI, harus mampu menjadi lead integrator bagi tumbuh kembangnya ekosistem industri kedirgantaraan nasional, salah satunya adalah industri komponen pesawat terbang.
“Upaya tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect dalam penciptaan lapangan kerja yang bernilai tambah tinggi, membangun supply-chain industri angkutan udara nasional, peningkatan penerimaan pajak, serta mempercepat pembangunan infrastruktur kedirgantaraan Indonesia yang bersinergi dengan visi pemerintah membangun tol laut,” paparnya.
Apalagi, Indonesia sebagai negara maritim, membuat peranan transportasi udara sangat vital sebagai bagian dari sistem transportasi nasional. “Pertumbuhan angkutan udara di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia, mencapai 17 persen per tahun dibandingkan pertumbuhan angkutan udara dunia yang hanya sekitar 5,5 persen per tahun,” ungkap Airlangga.
Tingginya kebutuhan angkutan udara tersebut, ujar Menperin, seharusnya dapat dimanfaatkan dan diisi oleh kemampuan industri dalam negeri, khususnya untuk membangun kemandirian teknologi industri pesawat terbang nasional.
Direktur Utama PT. DI Budi Santoso mengatakan, perusahaan telah memproduksi sebanyak 62 unit pesawat terbang CN235 untuk kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. “Yang diekspor sudah 35 unit kepada pemesannya, antara lain Venezuela, Senegal, Burkina Faso, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turki, Malaysia, Korea Selatan, Thailand dan Brunei Darussalam,” sebutnya.
Sedangkan pelanggan dalam negeri, di antaranya TNI AU, TNI AL dan Merpati Nusantara Airlines. “Pesawat terbang CN235-220M MPA ini adalah bukti kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi tinggi,” tegas Budi.
Industri andalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, Pemerintah menetapkan industri alat transportasi merupakan salah satu dari enam industri andalan, yang meliputi Industri Pangan, Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan, Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka, Industri Elektronika dan Telematika serta Industri Pembangkit Energi.
“Fokus pengembangan industri hingga tahun 2035, untuk sektor industri kedirgantaraan adalah pengembangan pesawat, komponen pesawat dan perawatan pesawat,” ungkap Airlangga. Untuk mengembangkan tiga sektor tersebut, program pengembangan yang akan dilakukan Pemerintah, di antaranya mengembangkan kebijakan penggunaan produk dalam negeri, kebijakan pengembangan kawasan industri, kebijakan pengembangan komponen pendukung, pengembangan SDM termasuk pengembangan desain dan engineering serta kebijakan regulasi yang mendukung.
Airlangga mengatakan, Indonesia bangga memiliki PT. DI yang merupakan satu-satunya industri pesawat terbang di Asia Tenggara. “Sejak tahun 1976 hingga saat ini, lebih dari 180 pesawat terbang yang telah dibuat dan diserahkan kepada pengguna. Pesawat-pesawat tersebut terdiri dari Pesawat CN 235, CN 295 dan NC 212,” sebutnya.
Menurut Airlangga, di antara pesawat yang paling banyak diproduksi PT. DI adalah pesawat NC 212. Sedangkan dalam kurun waktu yang sama, PT.DI telah mengirim lebih dari 200 helikopter. “Kami berharap di tahun selanjutnya, PT. DI dapat meningkatkan jumlah produk pesawat dan helikopter yang di delivery baik di dalam maupun luar negeri sekaligus dapat meningkatkan diversifikasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar,” tuturnya.
Saat ini, PT.DI sedang mengembangkan pesawat N219 dengan jumlah penumpang 19 orang yang diharapkan mendukung konektivitas antar wilayah di Indonesia yang sebagian besar terdiri dari kepulauan. Pesawat N219 merupakan pesawat perintis yang didesain sesuai dengan karakteristik wilayah Indonesia, antara lain mampu mendarat di ketinggian tertentu, seperti di wilayah Papua. “Pemerintah mengharapkan pesawat N219 dapat terbang perdana pada tahun 2017 nanti,” kata Airlangga. Selanjutnya, Pemerintah sedang merencanakan pengembangan jenis pesawat yang lain, yakni pesawat N245. Pesawat N245 adalah pesawat propeller dengan jumlah penumpang sekitar 50 orang. Pesawat ini cocok sebagai penghubung kota-kota kecil di wilayah Indonesia.
Dari sektor industri pendukung, pada tahun 2015 yang lalu, Kementerian Perindustrian telah mengukuhkan Asosiasi Industri Komponen pesawat Udara, Indonesia Aircraft and Component Manufacture Association (INACOM) yang anggotanya terdiri dari berbagai industri di bidang metal, karet, plastik, Polyurethane, serta lembaga riset, dan konsultan.
INACOM diharapkan mampu mendukung penyediaan komponen untuk pesawat produksi dalam negeri. Selain itu, INACOM juga diharapkan mampu menjadi bagian penting dalam rantai pasok global dalam industri pesawat di dunia. Saat ini INACOM turut serta dalam pengembangan beberapa komponen terutama pada program pesawat N219. Diharapkan, saat terbang perdana pesawat N219 memiliki TKDN sebesar 40 persen dan selanjutnya dapat ditingkatkan menjadi 60 persen pada tahun 2019.
Di sektor jasa perawatan, lanjut Airlangga, Kemenperin juga memfasilitasi berdirinya Asosiasi Jasa Perbaikan dan Perawatan Pesawat (Maintenance, Repair dan Overhaul/MRO), yaitu Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) yang saat ini beranggotakan lebih dari 35 industri MRO dan salah satunya yang paling besar adalah PT. Garuda Maintenance Facility (GMF).
Untuk mendukung peningkatan kapasitas MRO sebagai usaha dalam penyerapan pasar dalam negeri, saat ini telah diwacanakan beberapa pengembangan Aerospace Park di Indonesia diantaranya di Jawa Barat dan Bintan. “Kami berharap kedua Asosiasi di bidang kedirgantaraan tersebut dapat menjadi bagian penting dalam mendorong pengembangan industri kedirgantaraan nasional,” tegasnya.
Sebagai pelengkap dalam penguatan ekosistem di bidang industri kedirgantaraan, baru-baru ini telah dikukuhkan Pusat Desain dan Engineering Pesawat Udara atau Indonesia Aircraft Engineering Center (IAEC) di Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN. IAEC diharapkan mampu mengisi sektor desain dan engineering dalam pengembangan pesawat maupun komponen sehingga dapat memperbaiki kualitas produk pesawat dan komponen di masa depan.
Sebelumnya, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Telekomunikasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pemerintah berencana menambah jumlah proyek yang akan masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Kemenperin mengusulkan pengembangan dua pesawat terbang lokal, yakni R-80 serta N-245 masuk dalam daftar revisi PSN. “Dua proyek pengembangan pesawat tersebut dianggap cukup strategis. Alasannya proyek ini bisa meningkatkan kemandirian Indonesia dalam penyediaan pesawat jarak menengah,” ujarnya.
Putu juga menjelaskan, proyek pesawat N-245 merupakan pengembangan dari pesawat CN-235 yang dikerjakan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero). Sedangkan, R-80 merupakan pesawat menengah dengan daya angkut 80 hingga 100 penumpang yang dikembangkan oleh PT Regio Aviasi Industri.
Apabila dua proyek pengembangan ini masuk revisi Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional tersebut, akan lebih mudah mendapatkan dukungan pemerintah. Dukungan yang dimaksud Putu adalah fasilitas pengujian prototipe serta jaminan lainnya sebagai proyek strategis nasional. “Apalagi prototipe itu ada dua, satu di darat dan satu lagi untuk diterbangkan,” katanya.
Dengan masuknya dua proyek ini dalam taraf strategis, Putu menargetkan pengembangan prototipe akan dimulai pada awal 2017 mendatang. Diharapkan pula, akhir 2019 kedua pesawat itu dapat segera terbang.
Demikian siaran pers ini untuk disebarluaskan.
Bandung, 27 Desember 2016
BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT
Sumber: POLHUKAM
2. Negara Pakistan
Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Rashad Mahmood berkunjung ke PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dalam kunjungannya, Rashad menyampaikan ketertarikannya pada pesawat CN235-220 buatan Indonesia.
“Kunjungan panglima tersebut untuk menjalin kerja sama dan adanya ketertarikan untuk membeli CN235-220 MSA/MPA/ASW (Maritime Surveillance/Maritime Patrol Aircraft/Anti Submarine Warfare),” ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan, Andi Alisjahbana dalam surel yang diterima bidikdata.com, Kamis (22/9/2016).
Andi menjelaskan, pesawat ini mampu mengakomodasi 4 mission console, mendeteksi target yang kecil, dilengkapi dengan FLIR (Forward Looking Infrared) untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan target serta mampu merekam situasi di sekitar wilayah terbang untuk evaluasi misi.
Sebenarnya, sambung Andi, Pakistan telah mengoperasikan CN235-220 sebanyak 4 unit untuk pesawat angkut militer danpesawat angkut VIP.
Pesawat terbang CN235-220 generasi terbaru buatan PT DI memiliki beberapa keunggulan, yakni adanya penambahan berat maksimum yang dapat diangkut, sistem avionik yang lebih modern, autopilot, radar pendeteksi turbulensi dan penambahan winglet di ujung sayap CN235-220. Penggunaan winglet akan membuat pesawat lebih stabil dan lebih irit bahan bakar.
Sementara itu, Jenderal Rashad Mahmood menuturkan kepuasan telah menggunakan produk PT DI karena sangat efisien dan terbaik.
“Produk PT DI cukup relevan dan akan memenuhi kebutuhan masa depan tidak hanya untuk Angkatan Laut Pakistan tetapi juga untuk Angkatan Udara Pakistan dan Angkatan Darat Pakistan,” jelas Jenderal Rashad Mahmood. Pesawat CN235-220 memiliki setidaknya tujuh keunggulan, yang mumpuni di berbagai macam misi, seperti pesawat angkut penerjun, evakuasi medis, pesawat kargo,pesawat sipil maupun pesawat VIP dan VVIP
Sumber : bidikdata.com
3. Nepal
Angkatan Darat Republik Demokrasi Nepal atau Nepalese Army membeli satu unit pesawat terbang CN235-220 Military Transport dari PT Dirgantara Indonesia (DI).
Manajer Hukum dan Hubungan Masyarakat PT Dirgantara Indonesia (DI) Irlan Budiman mengatakan, kontrak pembelian ini merupakan yang pertama kali dengan Nepal. Pembelian pesawat itu tertuang dalam kontrak bernomor MGO/Fixed Wing/073/74/65 yang ditandatangani pada 16 Juni 2017 di Markas Besar Angkatan Darat Nepal, Kathmandu oleh Mayor Jenderal Purna B. Silawal, selaku Master General of Ordnance (Provision) Nepalese Army atau Kepala Badan Sarana Pertahanan Angkatan Darat Nepal dan Budi Santoso selaku Direktur Utama PTDI.
Pesawat terbang CN235-220 Military Transport yang dipesan oleh Nepalese Army ini mempunyai konfigurasi untuk dapat mengemban misi sebagai Troop/Paratroop Transport, Medical Evacuation, Passenger Transport, VVIP Transport, dan Cargo yang dapat dipasang bergantian sesuai dengan kebutuhan operasional Nepalese Army.
PT DI menolak menyebutkan nilai kontraknya karena terikat dalam perjanjian kerahasiaan bersama Nepalese Army.
Pesawat terbang CN235-220 Military Transport ini memiliki pintu depan yang bisa dipakai sebagai pintu masuk/keluar untuk VIP/VVIP, sementara ramp door atau pintu belakang yang cukup besar dapat dipakai saat operasi terjun payung dan keluar masuk barang, bahkan kendaraan kecil dapat masuk ke dalam pesawat.
“Pesawat ini dapat lepas landas dengan jarak yang pendek, dengan kondisi landasan yang belum beraspal. Kapasitasnya bisa mengangkut 49 penumpang termasuk pilot dan co-pilot,” tambah Irlan dalam surat elektroniknya, Selasa (20/6).
Pesawat CN235-220 produksi PT DI juga sebelumnya sudah dipakai oleh beberapa negara lain seperti Thailand, Senegal, Burkinafaso, dan Venezuela. Pesawat ini multiguna karena dapat digunakan berbagai misi seperti pesawat terbang angkut penerjun/pasukan, evakuasi medis, kargo, pesawat angkut penumpang dan pesawat angkut VIP dan VVIP.
Pada akhir Desember 2016 silam, PT DI mengirimkan pesawat CN235-220 Multi Purpose ke Senegal. Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI (saat itu), Budiman Saleh mengatakan pesawat yang memiliki konfigurasi pesawat VVIP, troop transport, medical evacuation, passenger transport, dan kargo ini kontraknya senilai 31 juta USD.
“Kalau yang biasa sekitar 26 sampai 28 juta USD,” ujar Budiman.
Sumber : Suara Pembaruan
3. Produksi Massal Tahun 2019
PT Dirgantara Indonesia (Persero) mempercepat penyelesaian sertifikasi pesawat N219 agar dapat memasuki fase produksi pada semester pertama tahun depan. Direktur Utama Dirgantara, Elfien Goentoro, mengatakan minat penggunaan pesawat bernama Nurtanio ini sudah cukup besar. “Permintaannya sudah mencapai 500 unit, sekitar 200 unit untuk domestik,” kata dia kepada Tempo, Kamis 27 September 2018.
Operator penerbangan komersial dan perintis, termasuk pemerintah daerah, kata Elfien, sudah menjajaki pembelian N-219. Permintaan pun datang dari perusahaan aviasi asing lewat letter of intent (LoI) dan proposal bisnis. “Dari sejumlah kesepakatan, pengiriman pertama untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara,” ucapnya. “Kami akan kirim juga ke Meksiko dan Kolombia karena ada kebutuhan di sana, geografisnya mirip negara kita.”
Pesawat N-219 dengan sepasang mesin turboprop berkekuatan 850 tenaga kuda (shaft horse power/SHP) dirancang untuk penerbangan di kawasan pegunungan. Nurtanio cocok dipakai di bandara yang memiliki landasan pendek, bahkan non-aspal.
Menurut Elfin, perseroan baru bisa memproduksi maksimal tiga unit N-219 seusai dengan sertifikasi. Namun, dia memastikan kapasitas produksi meningkat seiring dengan kebutuhan penggantian armada eksisting, seperti tipe Twin Otter dan Cessna. Produk baru itu akan dipakai untuk tiga segmen, yakni angkutan perintis, penerbangan komersial dan kargo, serta kebutuhan kargo.
“Kalau sudah produksi normal, bisa bertahap dari 36 sampai 50 unit per tahun,” tutur dia.
Vice President Commercial Aircraft Dirgantara Indonesia, Igan Satyawati, mengatakan sudah ada total 248 unit N-219 yang dipesan. Selain pemesanan 2 unit dari Kalimantan Utara, ada kajian pendanaan untuk 20 unit pesawat yang dipesan maskapai Aviastar. “Lalu Trigana Air sebanyak 5 unit, Pelita Air pesan 20 unit, dan kami sedang negosiasi permintaan 30 unit yang datang dari pemesan di Uni Emirat Arab,” ucapnya.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan, Avirianto, menargetkan sertifikasi N-219 bisa rampung pada akhir tahun. Uji kelayakan produksi pesawat tersebut meliputi tes terbang selama 500-600 jam, tes olah gerak (static test) untuk menguji daya tahan beban, serta tes ketahanan tekanan (fatique rest) untuk mengukur usia ekonomis
“Sudah ada time frame yang direncanakan. Kalaupun bergeser, pasti ada evaluasi atau pengembangan,” ujarnya.
Pemerintah, kata Avirianto, menginginkan izin produksi N-219 keluar seusai pemenuhan aturan penerbangan internasional (Annexes International Civil Aviation Organization/ICAO), serta aturan nasional. “Tentu harus bisa cocok dengan peralatan navigasi modern untuk peningkatan keselamatan.”
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan pesawat N219 bisa mendukung program tol udara. Kebijakan yang dilandasi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017 tentang Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang Dari dan Ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan, itu tengah dikembangkan dan belum memiliki struktur tetap layaknya tol laut. “Banyak daerah sulit dicapai sedangkan kita tetap harus suplai barang,” ujarnya.
Sumber : Tempo
Pemerintah Aceh menandatangani kerja sama bidang kedirgantaraan dengan PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), termasuk di antaranya pembelian pesawat N219 Nurtanio. Kegiatan itu bersamaan dengan pembukaan Singapore Airshow 2018, Rabu 7 Februari 2018.
Pemerintah Aceh diwakili oleh Gubernur Irwandi Yusuf sedangkan dari PT DI adalah direktur utama Elfien Goentoro . “Kerja sama tersebut bertujuan untuk mensinergikan dan mengoptimalkan rencana pengadaan pesawat dan pembangunan perakitan pesawat terbang N219 di Aceh,” kata Kepala Humas Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin, dalam siaran persnya.
Menurut dia, selain kerja sama dalam pendirian fasilitas assembly line pesawat terbang N219 di Aceh, kedua pihak juga menjalin kerja sama dalam hal pengembangan sumber daya manusia putera-puteri daerah Aceh dalam menunjang pembangunan bidang industri kedirgantaraan di Aceh.
Dalam kesepakatan itu, Pemerintah Aceh akan membeli 50 pesawat N219 berikut pemeliharaannya. Acara penandatanganan kerja disaksikan langsung oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Rini Soemarno pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi atas komitmen Gubernur Aceh dalam menjaga wilayah kemaritiman Republik Indonesia
“Saya sangat mendukung rencana Pak Gubernur Irwandi Yusuf, apalagi membeli pesawat dalam rangka menjaga wilayah laut kita dari illegal fishing dan menghambat masuknya narkoba dari luar negeri melalui perairan” ujar Menteri BUMN.
Selain Rini, dua menteri ikut hadir dalam acara penandatanganan pembelian N219 itu. Mereka adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
Pelita Air Service, maskapai penerbangan yang merupakan anak usaha Pertamina, memborong 20 unit pesawat N219 Nurtanio.
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Elfien Goentoro mengatakan pembelian pesawat N219 Nurtanio termasuk juga pelayanan perawatan pesawat tersebut.
“PT Pelita Air Service berminat untuk membeli pesawat N219 Nurtanio sebanyak 20 unit yang didesain dan diproduksi oleh PT DI dengan opsi 80 unit,” katanya di sela-sela ajang Singapore Airshow 2018 di Singapura, Rabu, 7 Februari 2018.
Penandatangan kerja sama dilakukan Elfien Goentoro dengan Direktur Utama PT Pelita Air Service Dani Adriananta dan disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Menurutnya, Pelita Air Service akan mengkomersialisasikan pesawat N219 Nurtanio di wilayah Indonesia. Ke depannya, PT DI juga akan memberikan kesempatan kepada Pelita Air Service untuk turut serta dalam proses delivery center pesawat N219 Nurtanio
Pada 2019, pesawat pertama N219 Nurtanio ditargetkan sudah memasuki pasar, dengan First Launch Customer di awal Juli 2019 adalah PT Pelita Air Service.
“Untuk N219 Nurtanio sudah diminta dan diarahkan oleh Ibu Menteri BUMN. Rencananya Pelita Air Service menjadi First Launch Customer,” kata Ade Yuyu Wahyuna, Sekretaris Perusahaan PT DI.
PT Dirgantara Indonesia mengebut pembuatan purwarupa kedua pesawat N219 pada Maret 2018. Menurut Chief Engineering PT DI Palmana Banandhi pembuatan pesawat purwarupa itu untuk mengejar sertifikasi pesawat yang ditargetkan tuntas pada akhir tahun ini.
“Kami dikejar target untuk bisa mengirimkan pesawat pada Februari 2019. Setidaknya sudah ada satu unit yang siap diserahkan,” kata Palmana kepada Tempo, Jumat, 2 Februari 2018.
Palmana mengatakan pesawat kedua N219 akan memasuki serangkaian pengujian guna mengejar tenggat terbang perdananya. PT DI membutuhkan dua unit pesawat N219 untuk menjalani uji terbang sebagai salah satu syarat mengantungi type certificate agar bisa diproduksi massal. Estimasi uji terbang yang harus dilewati adalah 350 jam terbang. “Kalau dengan satu pesawat waktunya cukup panjang, sehingga digunakan dua pesawat,” kata dia.
Uji terbang itu akan tuntas dijalani pesawat purwarupa N219 Nurtanio pada Desember 2018 ini. Palmana mengatakan, PT DI juga menyiapkan dua pesawat tambahan lagi untuk menjalani uji struktur 3.000 cycle fatigue test.
Maskapai PT Pelita Air Service akan menjadi pembeli pertama pesawat N219 Nurtanio dan dijadwalkan diserahkan pada Juli 2019. “Rencananya Pelita Air Service menjadi First Launch Customer,” kata Sekretaris Perusahaan PTDI Ade Yuyu Wahyuna dalam siaran persnya yang diterima Tempo, Jumat, 2 Februari 2018.
Pabrikan pesawat itu berencana memulai produksi pesawat N219 bertahap. Awalnya ditargetkan dengan 6 unit pesawat per tahun. Selanjutnya dengan sistem automasi proses manufaktur akan ditingkatkan hingga menembus 36 unit pesawat setahun.
Hari ini, Jumat, 2 Februari 2018, pesawat purwarupa pertama N219 Nurtanio menjalani lagi uji terbangnya ke 14 di Bandara Husein Sastranegara. Chief Test Pilot PT DI, Kapten Esther Gayatri Saleh menerbangkan pesawat itu bersama Captain Adi Budi Atmoko. Dua orang Flight Test Engineer ikut serta dalam uji terbang itu yakni Yustinus Kus Wardana dan Adriwiyanto Onward Kaunang.